Psekoid|Jambi– Mahkamah Konstitusi (MK) resmi mengabulkan seluruh permohonan uji materi terkait Pasal 28 ayat (3) Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2002 tentang Kepolisian Negara Republik Indonesia. Putusan tersebut menegaskan bahwa anggota Polri aktif tidak dapat menduduki jabatan sipil sebelum mengundurkan diri secara permanen dari institusi kepolisian.
Putusan dengan Nomor 114/PUU-XXIII/2025 itu dibacakan oleh Ketua MK Suhartoyo. MK menyatakan frasa “atau tidak berdasarkan penugasan dari Kapolri” dalam penjelasan Pasal 28 ayat (3) UU Polri bertentangan dengan UUD 1945 dan tidak memiliki kekuatan hukum mengikat. Mahkamah juga memerintahkan agar putusan ini dimuat dalam Berita Negara Republik Indonesia.
Menariknya, putusan tersebut tidak diambil secara bulat. Dua hakim MK yaitu Daniel Yusmic P. Foekh dan Guntur Hamzah menyampaikan dissenting opinion, atau pendapat berbeda, terhadap amar putusan.
Menurut Dr. Desri Iswandy, S.H., M.H, keberadaan dissenting opinion adalah hal yang lumrah dalam proses peradilan konstitusi. “Hakikat dissenting opinion adalah terjadinya perbedaan pemahaman antar hakim mengenai suatu perkara. Pendapat ini tetap menjadi bagian dari putusan, namun tidak memiliki daya preseden yang mengikat,” jelasnya.
Amar Putusan MK yang Dikabulkan Seluruhnya
Dalam putusan tersebut, MK mengabulkan petitum pemohon secara keseluruhan dengan ketentuan sebagai berikut:
1. Mengabulkan permohonan pemohon seluruhnya.
2. Menyatakan Pasal 28 ayat (3) UU 2/2002 inkonstitusional bersyarat sepanjang tidak dimaknai:
“Anggota Polri hanya dapat menduduki jabatan di luar institusi kepolisian setelah mengundurkan diri secara permanen dan tidak lagi berstatus sebagai anggota aktif Polri.”
3. Menyatakan penjelasan Pasal 28 ayat (3) UU 2/2002 inkonstitusional bersyarat sepanjang tidak dimaknai:
“Anggota Polri yang belum mengundurkan diri atau pensiun tidak dapat secara sah menduduki jabatan sipil, termasuk jabatan Sekjen DPD RI.”
4. Memerintahkan pemuatan putusan ke dalam Berita Negara RI.
Pandangan Hukum: Persoalan Administratif, Bukan Konstitusionalitas Norma
Menurut Dr. Desri Iswandy, frasa yang diuji sebenarnya bukanlah persoalan konstitusionalitas norma, melainkan sekadar masalah implementasi administratif dalam tubuh Polri.
“Dalam administrasi kepolisian, setiap tugas anggota Polri harus berdasarkan surat perintah dari pimpinan. Frasa ini memang tidak tepat dicantumkan di undang-undang karena sifatnya hanya administratif internal,” ungkapnya.
Ia menambahkan bahwa penempatan anggota Polri aktif pada jabatan sipil sebenarnya tidak bertentangan dengan hukum maupun jati diri Polri sebagai institusi non-kombatan.
“Polisi adalah institusi sipil. Menempatkan anggotanya di lembaga sipil tidak bertentangan dengan sifat institusinya,” tegasnya.
Tidak Semua Jabatan Sipil Membutuhkan Pengunduran Diri
Lebih lanjut, Dr. Desri menjelaskan bahwa kewajiban untuk mengundurkan diri muncul pada jabatan sipil yang tidak berkaitan dengan tugas pokok dan fungsi kepolisian, sebagaimana merujuk pada UU Nomor 20 Tahun 2023 tentang ASN.
Namun, berdasarkan ketentuan yang berlaku, personel Polri tetap dapat mengisi 11 jabatan strategis di kementerian dan lembaga tertentu yang dianggap relevan dengan fungsi kepolisian, yaitu:
1. Politik dan keamanan negara
2. Sekretariat Militer Presiden
3. Intelijen negara
4. Sandi negara
5. Ketahanan nasional
6. Pencarian dan pertolongan
7. Penanggulangan narkotika
8. Penanggulangan bencana
9. Penanggulangan terorisme
10. Pemberantasan korupsi
11. Keamanan laut
Hakim dan Tantangan Menyeimbangkan Kepentingan
Dalam konteks putusan ini, Dr. Desri menegaskan bahwa hakim tidak selalu dapat memberikan kepuasan mutlak dalam menyeimbangkan berbagai kepentingan.
“Undang-undang tidak selalu mampu menjangkau seluruh keragaman kehidupan. Hakim harus memahami kehendak pembentuk undang-undang dan menafsirkan hukum secara rasional, termasuk untuk kondisi yang tidak secara khusus diatur,” tutupnya.
Putusan MK ini diperkirakan akan berdampak signifikan pada struktur kelembagaan serta mekanisme penugasan anggota Polri ke berbagai instansi sipil dalam waktu mendatang. (*).






