Jalan Khusus Sebagai Simbol Keberpihakan Terhadap Rakyat

Oleh: Martayadi Tajuddin (Pengamat Kebijakan Publik, Infrastruktur, dan Pembangunan Berkelanjutan, Alumni Teknik Arsitektur Instititut Teknologi Bandung (ITB)

Ketika pemerintah memutuskan mendorong pembangunan jalan khusus angkutan batu bara di Provinsi Jambi, yang sedang dalam proses konstruksi saat ini, sesungguhnya keputusan itu bukan sekadar soal infrastruktur fisik. Lebih dari itu, ia adalah bentuk keberpihakan pemerintah terhadap rakyat. Jalan khusus bukan hanya jalur logistik, tapi sebuah pernyataan tegas: bahwa ruang hidup masyarakat tidak boleh dikorbankan demi kepentingan industri semata.

Karena selama ini, yang terjadi justru sebaliknya. Jalan umum yang mestinya menjadi sarana publik telah menjadi korban. Ratusan bahkan ribuan truk tambang setiap hari menjadikannya jalur utama. Akibatnya, kemacetan panjang, kecelakaan, kerusakan jalan, polusi, dan keresahan sosial menjadi bagian dari rutinitas warga.

Puncaknya terjadi beberapa waktu lalu di Pemayung, Batanghari—ketika kemarahan warga meledak dan viral di media sosial. Itu bukan sekadar ledakan emosional, tapi ekspresi kelelahan sosial akibat ketidakadilan ruang yang terus dibiarkan.

Keberadaan jalan khusus akan menjadi pemisah yang adil antara fungsi industri dan fungsi sosial jalan. Ini adalah koreksi terhadap praktik timpang yang sudah berlangsung bertahun-tahun. Namun yang lebih penting, keberadaan jalan khusus ini akan menciptakan multiplier effect ekonomi dan sosial yang sangat luas.

Dengan berkurangnya beban jalan umum, mobilitas masyarakat kembali lancar. Biaya logistik warga, sektor UMKM, dan distribusi hasil pertanian akan menurun. Aktivitas sosial seperti pendidikan, layanan kesehatan, hingga kegiatan ekonomi lokal akan tumbuh karena akses jalan kembali aman dan layak. Inilah dampak tidak langsung tapi nyata dari infrastruktur yang adil: bukan hanya membangun jalan, tetapi memperluas peluang kesejahteraan.

Dari sisi fiskal, beban pemerintah untuk perbaikan jalan akibat kerusakan tahunan bisa ditekan. Data Kementerian PUPR menyebutkan bahwa kerusakan jalan nasional akibat overload kendaraan tambang menelan biaya triliunan rupiah per tahun (PUPR, 2023). Dengan dipindahkannya angkutan berat ke jalur khusus, anggaran itu bisa dialihkan untuk kebutuhan publik lainnya seperti pendidikan, kesehatan, dan pemberdayaan masyarakat.

Kita bisa belajar dari studi preseden di Provinsi Kalimantan Timur. Di sana, pembangunan jalan hauling khusus oleh perusahaan tambang besar telah terbukti mampu mengurangi konflik sosial, memperpanjang umur jalan provinsi, dan menciptakan efek ekonomi yang signifikan di desa-desa sekitar jalur umum (Studi Universitas Mulawarman, 2020). Bahkan, beberapa daerah menunjukkan peningkatan indeks pembangunan manusia (IPM) setelah penataan jalur logistik tambang dilakukan dengan baik.

Karena itu, narasi bahwa jalan khusus hanya menguntungkan industri adalah keliru. Justru sebaliknya—jalan inilah yang akan mengembalikan hak publik atas ruang hidup yang aman dan nyaman. Ia adalah infrastruktur yang berpihak kepada rakyat kecil, petani, pelajar, ibu rumah tangga, sopir angkutan logistik , dan semua warga yang selama ini hanya menjadi penonton dari hiruk-pikuk ekonomi tambang.

Namun, seperti biasa, setiap kebijakan progresif selalu punya lawan. Ada kelompok tertentu yang merasa dirugikan karena jalan khusus ini akan memotong jalur keuntungan mereka. Mereka tidak hanya menolak secara terbuka, tetapi mulai menggiring opini publik agar proyek ini gagal. Mereka bersembunyi di balik dalih lingkungan dan partisipasi, tapi sesungguhnya yang mereka bela bukanlah kepentingan rakyat, melainkan ’hidden agenda’ atau ‘ vested interest’ dan posisi mereka sendiri.

Inilah sebabnya, masyarakat harus cerdas dan kritis. Jangan sampai opini yang dibangun segelintir orang mengaburkan substansi dari jalan khusus ini. Kita tidak sedang membicarakan proyek bisnis, kita sedang bicara tentang masa depan Jambi yang lebih tertib, aman, dan berkeadilan. Jalan khusus adalah infrastruktur korektif—bukan untuk ‘melayani kekuasaan’ atau ‘oligarki’, tapi untuk memulihkan keadilan ruang.

Akhirnya, kita harus melihat pembangunan jalan khusus ini bukan sekadar dari aspal dan beton yang terbentang, tapi dari nilai sosial yang dikandungnya. Jalan khusus adalah wujud nyata bahwa pemerintah hadir untuk membela kepentingan banyak orang. Ini adalah simbol keberpihakan. Dan keberpihakan semacam inilah yang layak kita perjuangkan dan kawal bersama.

Daftar Pustaka:
1. PUPR. (2023). Laporan Kerusakan Jalan Nasional Akibat Overload Truk Tambang di Sumatera. Kementerian Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat.
2. Studi Universitas Mulawarman. (2020). Evaluasi Dampak Jalan Hauling Khusus di Kalimantan Timur terhadap Ekonomi Lokal dan Konflik Sosial.
3. WHO. (2018). Air Pollution and Public Health Risks.
4. Studi Lingkungan Jambi. (2022). Dampak Sosial dan Kesehatan Angkutan Tambang terhadap Masyarakat Sekitar Jalan Umum.

Pos terkait